Dikisahkan di sebuah desa terdapat seorang wanita yang bernama Nyi Badariah. Ia adalah puteri sulung seorang saudagar kaya. Parasnya cantik, sikapnya santun dan rendah hati. Namun hingga umurnya telah lebih dari tiga puluh, Nyi Badariah belum juga mendapatkan jodoh. Sementara kedua adiknya telah menikah dan mempunyai anak. Hal itu membuat orang tuanya cemas. Mereka takut Nyi Badariah menjadi perawan tua.
Sebenarnya, tak sedikit lelaki yang jatuh hati pada Nyi Badariah dan ingin menjadi suaminya. Beberapa dari mereka bahkan telah meminangnya. Namun aneh semuanya gagal saat beberapa hari menjelang pernikahan yang telah ditentukan. Dengan berbagai macam alasan, para calon suami Nyi Badariah selalu membatalkan niatnya untuk menikahi gadis itu. Dengan penuh kesabaran Nyi Badariah menerima hal itu dan mempercayainya sebagai takdir.
Suatu malam, Nyi Badariah bermimpi didatangi seorang kakek yang penuh wibawa, kakek tersebut berkata :
"Anak gadis jika engkau ingin mendapat jodoh segera pergilah engkau seorang diri ke puncak Gunung Pabeasan….. di sebuah batu besar cekung yang engkau temukan disana lakukanlah tapa. Tapa itu harus engkau lakukan selama empat puluh hari empat puluh malam. Selesai itu pergilah engkau ke kaki gunung. Cari sebuah pohon lame besar. dibawah pohon itu engkau akan mendapatkan tujuh buah mata air. Mandilah engkau pada ketujuh mata air itu. Jodohmu akan datang setelah itu……. pesanku rawatlah ketujuh mata air itu. Bila kelak ada gadis yang kesulitan mendapat jodoh suruhlan mandi di tempat itu. Mudah-mudahan Yang Mahakuasa segera mendatangkan jodohnya".
Nyi Badariah menceritakan mimpinya pada orang tuanya, dan berkata :
"Abah dan Emak…. izinkanlah saya membuktikan mimpi saya, dan doakanlah".
Dengan sangat berat, orang tuanya melepasnya. Seorang diri Nyi Badariah kemudian berangkat ke puncak Gunung Pabeasan. Diatas baku cekung besar yang ditemukannya, ia pun melakukan tapa. Prosesi tapa itu sungguh berat. Banyak godaan yang bisa membuyarkan tapa. Ada ular besar yang melilit tubuh Nyi Badariah, ada harimau yang hendak menerkamnya, lalu ada juga makhluk-makhluk seram menakutinya.
Dengan penuh ketabahan Nyi Badariah terus bertapa. Akhirnya ia dapat menyelesaikannya selama empatpuluh hari empatpuluh malam. Setelah itu dituruninya gunung. Di kaki gunung dicarinya pohon lame besar. Ia berhasil menemukannya. Dan benar. Di bawah pohon itu ada tujuh buah mata air. Nyi Badariah lalu mandi di ketujuh mata air itu. Setelah itu ia pun pulang.
Tidak lama kemudian Nyi Badariah mendapatkan jodoh. Seorang pangeran dari Kesultanan Banten menjadi suaminya. Sesuai pesan Kakek dalam mimpinya Nyi Badariah lalu merawat ketujuh mata air. Dibuatnya bangunan mengelilingi ketujuh mata air. Lalu dibuat pula penampung air yang keluar. Seorang pembantu kepercayannya diperintahkannya menjaga tempat itu. Keturunan si pembantu hingga saat ini menjadi jurukunci (penjaga dan perawat), serta pemberi petunjuk pada orang-orang yang datang untuk mandi dan meminta berkah.
0 comments:
Post a Comment