Kerajaan Tanjung Jaya berlokasi di wilayah yang sekarang menjadi kota Jakarta Selatan, tepatnya di Kampung Muara, Kelurahan Tanjung Barat. Kerajaan Tanjung Jaya membawahi kota yang bernama Jayakerta. Istana Tanjung Jaya menghadap ke utara di dengan luas sekitar 800 meter. Di depan sumur tersebut terdapat sumur alami dengan berdiameter 35 cm. Sumur tersebut kemudian dinamakan sumur lubang buaya.
Kerajaan ini didirikan pada tahun 1333, dengan pendirinya adalah Wangsatunggal (sepupu dari Prabu Ragamulya Luhur Prabawa / raja Sunda ke-30). Pada awalnya kerajaan ini merupakan kerajaan bawahan Kerajaan Sunda, tetapi ketika Sunda-Galuh bersatu dengan nama Pajajaran, maka Kerajaan Tanjung Jaya menjadi wilayah bawahan Pajajaran.
Raja-raja selanjutnya dari kerajaan ini adalah Ragamulya, Munding Kawati, Mental Buana, Banyak Citra, Cakralarang, dan Kinawati. Kelak Kinawati ini menikah dengan Prabu Surawisesa (raja Pajajaran).
Kerajaan ini merupakan kerajaan kecil namun sangat ramai, hal ini dikarenakan Kerajaan Tanjung Jaya merupakan kerajaan yang ditugaskan Pajajaran untuk mengatur Pelabuhan Kalapa (salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara saat itu). Kejayaan Pelabuhan Kalapa yang merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara, membuat iri Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon.
Akhirnya pada tahun 1527, kerajaan ini mendapatkan serangan dari pasukan Fatahillah (Demak) dan Cirebon. Maksud serangan ini adalah ingin menaklukan wilayah ini. Seluruh pembesar kerajaan Tanjung Jaya dan pasukannya dibantu sebagian pasukan Pajajaran yang disiagakan disana tidak mampu menahan gempuran yang datang, akhirnya melarikan diri ke ibukota Pajajaran di Pakuan. Kemudian seluruh wilayah Tanjung Jaya termasuk pelabuhan Kalapa jatuh ke dalam kekuasaan Demak. Sedangkan Fatahillah sebagai panglima pasukan Demak, ditunjuk sebagai Bupati Kalapa.
Setelah berhasil direbut Demak, nama Kerajaan ini diganti oleh Fatahillah dengan sebutan Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527 yang sekarang dijadikan hari jadi kota Jakarta. Nama Jayakarta diambil mengacu pada nama kota yang telah ada di wilayah itu, jadi sebenarnya bukan Fatahillah yang menciptakan nama tersebut. Fatahillah kemudian mendirikan keraton Jayakarta sebagai pusat pemerintahannya.
Jabatan bupati Jayakarta kemudian berturut-turut dipegang oleh Ki Bagus Angke (menantu dari Hasanuddin), kemudian beralih ke anaknya yang bernama Pangeran Sungarasa Jayawikarta.
Setelah wilayah Jayakarta diserahkan pada Kesultanan Banten, maka penguasa wilayah ini juga ditunjuk oleh Banten. Tapi penguasa-penguasa yang memimpin di Jayakarta sering terlibat perselisihan dengan pusat (Kesultanan Banten) dan kurang disenangi oleh rakyat setempat, sehingga ketika VOC datang menyerang keraton Jayakarta pada tahun 1916, maka keraton ini dapat dengan mudah direbut dan dikuasai VOC.
0 comments:
Post a Comment